Survei ASR: Elektabiltas Prabowo Moncer 56, 9 Persen, Jokowi 43,1 Persen - RMOL Banten

RMOLBanten

RMOLBanten Hasil grab data terkait Pilpres 2019 yang dipublikasikan Accurate Survey Research (ASR) Elektabilitas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di media sosial (medsos) lebih tinggi ketimbang pasangan Joko Widodo-Maruf Amin


Riset dilakukan pada 1 Oktober 2018 hingga 10 April 2019 dari 3031216 pengguna medsos dengan 193406 Opini di 34 provinsi

Hasilnya, tingkat elektabilitas Jokowi-Maruf di dunia maya hanya 43,1 persen dengan total perbincangan di seluruh Indonesia 45,7 persen Sementara Prabowo-Sandi meraih elektabilitas 56,9 persen dengan total perbincangan di seluruh Indonesia 54,6 persen

ASR juga memetakan kekuatan dan kelemahan kedua pasangan dari berbagai aspek Opini dari warganet menggambarkan kekuatan Jokowi dari aspek pelayanan publik, kesehatan masyarakat, kebijakan luar negeri dan pertahanan, kesantunan serta realisasi pembangunan Namun, Jokowi lemah dari aspek keadilan hukum dan pemberantasan korupsi dengan total opini 128783

Sedangkan pendampingnya Kiai Maruf, dari total opini 9821, warganet melihat memiliki kekuatan di aspek lapangan pekerjaan, inovasi, tingkat kepuasan publik, kebijakan luar negeri dan pertahanan serta intelektualitas Kelemahan Kiai Maruf dari sisi pengentasan kemiskinan, keadilan hukum, pemberantasan korupsi dan keamanan masyarakat

Opini yang sama juga diutarakan warganet untuk Prabowo-Sandi Dari total opini 44572, Prabowo dinilai memiliki kekuatan di aspek kesehatan masyarakat, inovasi, kebijakan energi dan sumber daya manusia, kebijakan luar negeri dan pertahanan serta intelektualitas Kelemahan ketum Partai Gerindra tersebut di aspek pemberantasan korupsi, keadilan hukum serta kemajuan pendidikan

Begitu juga Sandi, dari total 10230 opini warganet menilai memiliki kekuatan segi aspek intelektualitas, realisasi pembangunan, kesantunan, lapangan pekerjaan dan inovasi Kelemahan mantan wakil gubernur DKI Jakarta itu hanya di soal pengentasan kemiskinan

Direktur Utama ASR Gumilar Satriawan mengatakan, pihaknya menggunakan sistem IT Bigdata yang dinamakan Jayabaya Engine

"Bigdata tersebut cara kerjanya dengan melakukan grab data dari semua media sosial Facebook, Twitter, Instagram, Youtube dan komentar media online secara real time 24 jam sehari dan tujuh hari dalam seminggu," jelasnya, Senin (15/4)

Menurut Gumilar, data yang ditangkap diolah melalui teknologi Natural Language Processing (NLP) dan beberapa algoritma tertentu sehingga sistem mengetahui warna dan emosi dari komentar warganet

"Ini real data Laporan ini adalah ikhtisar sangat ringkas dari 514 kota dan kabupaten seluruh Indonesia Data yang tersaji hasil dari perhitungan statistik yang layak," jelasnya

Keunggulan sistem bigdata, di mana laporan yang ditampilkan adalah hasil kemampuan sistem supervised learning, data mining, predictive analysis dan analytical

"Hasil laporan ini sangat berdaya guna untuk menggambarkan kenyataan politik Indonesia berdasarkan detail politik lokal Tentu saja, kemampuan menggambarkan kenyataan politik ini dibatasi oleh keterbatasan yang tak terhindarkan sebagai sebuah sistem komputerisasi," papar Gumilar

Dia juga menjelaskan kelemahan sistem bigdata yaitu data riset tidak seluruhnya terkumpul karena opini yang diberikan warganet tidak dilengkapi dengan lokasi

"Pengambilan data mining menggunakan Algoritma Naive Bayes, TF-IDF, BOW, dan Logistic Regression Sampel berasal dari media online yang memuat komentar netizen," ujar Gumilar

Dia menambahkan, perhitungan persentase elektabilitas diambil dari data teks yang terindikasi beropini positif yang didapat dari pengolahan Jayabaya Engine

"Perhitungan presentase perbincangan diambil dari semua data teks yang beropini baik positif maupun negatif didapat dari proses engine," demikian Gumilar [dhn] 

Advertisement iklan